KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani, atau yang lebih popular di kalangan orang-orang Indonesia Abah Guru Sekumpul. Beliau adalah sosok ulama kelahiran 27 Muharram 1361 H atau 11 Februari 1942 M, Martapura. Beliau keturunan ke delapan dari Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari melalui keturunan Abdul Ghani, Abdul Manap, Muhammad Seman, Muhammad Saad, Abdullah, Muhammad Khalid, Hasanudin, Muhammad Arsyad.
Qusyairi adalah nama kecilnya Abah Guru Sekumpul. Menjelang Abah Sekumpul masuk pesantren Darussalam, ayahnya mengganti dengan nama Muhammad Zaini. Panggilan Guru Sekumpul kemudian populer setelah KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani hijrah dari pengajian di kawasan keraton Martapura menuju ke Kawasan Sekumpul.
Kehidupan Masa Kecil Abah Guru Sekumpul
Kehidupan di masa kecil Abah sekumpul bersama saudaranya yang bernama Ahmad Ghazali diarunginya dalam kehidupan yang sederhana. Ayahnya adalah seorang petani dan penggosok intan. Abdul Ghani mendidik anak-anaknya dengan ketat. Di bawah bimbingan ayahnya, ia pun belajar agama dan praktik kehidupan di masyarakat. Abdul Ghani adalah sosok ayah yang taat beribadah, sangat menjaga aturan syariat.
Uang yang dihasilkan hasil jerih payahnya ia lakukan dengan cara yang halal. Apalagi untuk membiayai pendidikan Qusyairi dan saudaranya. Abdul Ghani tidaklah melarang Qusyairi bermain dengan teman sebayanya. Mengikuti kebiasaan anak-anak di Martapura seperti mandi di sungai, mencari ikan dengan memancing dan lain sebagainya. Akantetapi, bila waktu sholat tiba ia tidak boleh meninggalkannya.
Sebagai petani dan penggosok intan, ayah Qusyairi tentu tidak sepanjang hari membimbing anaknya. Ibunya adalah seorang pedagang. Nenek Qusyairi yang Bernama Salsabilah ikut andil membentuk karakter Qusyairi.
Abdul Ghani memahami anaknya Ketika diajarkan ilmu agama ia mudah sekali menyerap plajaran. Dari situlah semangatnya meningkat dalam mendidiknya. Qusyairi mempunyai suara yang merdu, ia sering mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an dan menirukannya.
Bacaan Qusyairi nyaman didengar. Menginjak usia 9 tahun, Qusayairi belajar Al-Qur’an kepada Guru Hasan dari Pasayangan. Dalam mendidik Qusyairi, Abdul Ghani, Maslihah dan juga neneknya yang bernama Salsabila mengutamakan Qusyairi peletakkan dasar-dasar keimanan, ketakwaan dan juga akhlaq agar kelak ia menjadi sosok yang berilmu, saleh dan berakhlak mulia, dan juga selalu mencari ridha Allah SWT.
Sebelum memasuki pendidikn formal, ayahnya ingin agar Qusyairi memiliki bekal yang cukup untuk mengembangkan ilmu yang ia miliki dan bisa meneruskan jejak perjuangan Syaikh Arsyad al-Banjari.
Qusyairi adalah sosok yang gigih. Ia tidak pernah putus asa dalam mencari ilmu meskipun kendala ekonomi sering menjadi hambatannya. Akantetapi, hal itu tidak menjadikannya menyerah di tengah jalan.
Selama mengenyam pendidikan di Pesantren Darussalam, Qusyairi juga mengikuti halaqah-halaqah para ulama di situ. Berkat kecerdasan, semangat dan kesungguhanya yang tidak mudah menyerah serta dihiasi dengan akhlak yang luhur, guru-guru yang mengajar Qusyairi pun semangat mendidiknya.
Kesungguhan dalam belajar dan kemampuannya dalam Bahasa Arab menjadikan Qusyairi (Muhammad Ziani) mampu membaca karya ulama salaf dengan baik. Aktivitas mendalami ilmu agama tidak mengabaikannya mendatangi teman-temannya di asrama pondok guna menjalin silaturahim. Seringkali Muhammad Zaini mengajak teman-temanya untuk mengunjungi para ulama untuk menggali ilmu dan hikmah.
Setelah lama menimba ilmu di Pesantren Darussalam, Muhammad Zaini diangkat menjadi pengajar. Setelah sekian lama mengajar di Pesantren tersebut, Guru Zaini ingin mengkonsentrasikan hafalan Al-Qur’an dan fokus beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Guru-Guru Abah Guru Sekumpul
Di antara guru Muhammad Zaini ialah sebagai berikut:
- Abdurrahman Shidiq (Barabai)
- Guru Muhammad Gadung (Kota Rantau)
- Guru Muhammad Aini (Kandangan)
- Habib Abu Bakar al-Atthas al-Habsyi
- Sayyid Hasan bin Muhammad
- Syeikh Yasin al-Fadani
- Syeikh Ismail al-Yamani
- Syeikh Zakaria bin Abdullah al-Makki.
Abah Guru Sekumpul Mengunjungi Ulama Jawa
Tepatnya pada tahun 1964 bersama Guru Semman, Guru Husain Wali, Guru Zaini Mursyid dan juga Guru Badruddin, Muhammad Zaini mengunjungi ulama-ulama di tanah jawa.
Mendatangi Habib Husain Al-Aydrus, Habib Muhammad bin Abu Bakar Assegaf. KH. Abdul Hamid Pasuruan, Guru Syarwani Abdan Bangil, ziarah ke Habib Sholeh Tanggul, Jember. Mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik, makam sunan Gresik, mengunjungi habib Ali Kwitang, Kyai Tubagus Falaq Bin Tubagus Abbas.
Pada tahun 1964, Muhammad Zaini Kembali menemui guru Bangil, ulama yang disegani, dihormati oleh orang Banjar. Kemudian pada tahun 1971 muhammad Zaini menunaikan ibadah haji. Hal ini juga dimanfaatkan oleh Muhammad Zaini untuk menimba ilmu di kota suci.
Di antaranya ia berguru kepada Syaikh Amin Qutby. Ia berziarah ke makam Rasulullah, makam Syaikh Muhammad bin Abdul Karim as-Samani – al-Madani. Pada saat menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, yaitu tepatnya tahun 1980, Ahmad Zaini atau Abah sekumpul ditemani Ibundanya (Maslihah), adik beliau, Siti Rahmah, keponakannya yang bernama Ahmad.
Baca Juga: Biografi Syekh Kholil Bangkalan
Guru Sekumpul berguru dan mendapat ijazah dari Habib Abu Bakar al-Atthas al-Habsyi, Sayyid Hasan bin Muhammad, Syeikh Yasin al-Fadani, Syeikh Ismail al-Yamani, Syeikh Zakaria bin Abdullah al-Makki.
Guru Sekupul mengisi majlis taklim di mushala Darul Aman, tepatnya di Kelurahan Keraton, Martapura pada tahun 1988, semakin hari pengajian yang diasuh oleh Abah Guru Sekumpul semakin banyak.
Namun, Abah Sekumpul dalam perjalanan dakwahnya tidak berjalan lancar. Ada fitnah bahwasanya Abah Sekumpul mengajarkan ajaran sesat. Untuk sementara Abah Guru Sekumpul menghentikan pengajian yang diampu olehnya. Abah Sekumpul memfokuskan diri berkhalwat dan memperdalam ilmu.
Desas-desus fitnah yang tertuju kepada Abah Sekumpul membuat keprihatinan Ulama Martapura, terutama guru Semman Mulya, akhirnya Guru Semman menyarankan agar menemui Guru Syarwani Abdan (Guru Bangil) bersama ulama Martapura, di antaranya ialah Guru Badruddin, Guru Abdul Qadhir Hasan, Guru Husaen Qadri dan Guru Salman.
Setelah fitnah surut, akhirnya Guru Zaini/Abah Sekumpul melanjutkan pengajiannya. Pengajian di Darul Aman semakin hari kian bertambah banyak sehingga Mushala Darul Aman tidak mampu untuk menampung jamaah.
Jalan-jalan di sekitar Mushala, halaman dan rumah penduduk ditempati jamaah yang jumlahnya ribuan orang. Setelah mempertimbangkan beberapa lokasi, tuan Guru Sekumpul akhirnya memilih kawasan kosong yang masih ditumbuih semak belukar dan pohon karamunting.
Pembangunan Mushala ar-Raudhah dimulai tanggal 12 januari 1990. Mihrab Mushala dibentuk seperti Mihrab Nabawi. Sekumpul menjelma menjadi salah satu pusat terpenting di Martapura.
Sekumpul sebagai titik pusat dakwah dan religius Martapura. Guru Zaini atau Abah Sekumpul dalam pengajiannya menjadikan tauhid, fikih dan juga tasawuf sebagai pook materi sandaran menghormati dan mencintai Rasulullah SAW. Banyak masyarakat berbondong-bondong sowan dan menimba ilmu kepada Guru Zaini.
Pengajian sekumpul bukan hanya fokus pengajian saja, akantetapi pada hari-hari tertentu dilakukan kegiatan dalam memperkokoh keimanan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan kecintaan kepada Rasulullah SAW.
Guru Sekumpul membacakan dan lebih mempopulerkan pembacaan Maulid Habsyi, Nadzam Burdah, Hadis Musalsal dan Tarekat Sammaniyah.
Karya Tulis Guru Sekumpul
Guru Sekumpul terbilang ulama yang produktif dalam tulis menulis, di antara karya-karyanya ialah:
- Risalah Hadist Nur
- Manaqib as-Syaikh as-Saman
- Kitab risalah al-Wasalik
- Al-Imdad Fi Auradi Alhil Widad
- Ar-Risalah Fi Aurad Al-Mufidah
- Risalah Mubarakah
- Nubdzatun Fi Manaqib Al-Imam Al-A’dzam Al-Faqih Al-Muqaddam
- Ar-Risalah An-Nuraniyah fi Syahri at-Tawassulat as-Samaniyyah.
Pada tanggal 10 agustus 2005, pukul 04.40 WITA Allah memanggil salah satu umatnya, yaitu KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau populer dengan panggilan Guru Sekumpul pulang keharibaan-Nya.
Referensi:
Ersis Warmansyah Abbas, 2015, Guru Sekumpul bacaan pengantar. Wahana Jaya Abadi, Bandung.