Biografi Syekh Kholil Bangkalan

Syaikhuna Khalil adalah salah satu ulama yang tersohor di Nusantara. Beliau dilahirkan di kampung Senenan, desa Keramat atau Kemayoran Bangkalan, pada hari selasa, tanggal 11 Jumadil Akhir tahun 12225 H. lahirnya Khalil mewarnai biduk rumah tangga yang kian hari membawa kebahagiaan KH. Abdul Latif.

Dalam beberapa catatan, bahwasanya KH. Abdul Latif merupakan keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon. Yaitu KH. Abdul Latif bin Kiai Hamim bin Kiai Abdul karim bin kiai Asrar Karomah (Bujuk Lunggidih) bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban, sedangkan ibunya Khadijah adalah putri dari Sunan Gunung Jati.

Kegigihan Syekh Kholil Bangkalan Menuntut Ilmu

kegigihan syekh kholil
Dokpri, 2021

Khalil sedari kecil sudah menunjukkan kecerdasannya. Ayah dan ibundanya mengetahui Khalil mempunyai bakat dalam ilmu agama. Ia mengizinkan Khalil mengembara untuk memperdalam ilmu agama. Kecerdasan Khalil bangkalan pun terbukti, beliau mampu menghafal Alfiah dengan terbalik maupun secara urut dari bait awal hingga akhir bait.

KH. Khalil menimba ilmu dimulai dari tahun 1850. Ia pernah mengaji kepada kyai Muhammad Nur di PP. Langitan Tuban, kemudian ia melanjutkannya di Pesantren Cangaan, Pesantren Keboncandi pasuruan yang pada waktu itu diasuh oleh kyai arif.

Selain di Keboncandi ia juga belajar kepada kiai Nur Hasan yang berjarak kurang lebih 7 kilo meter. Dalam setiap perjalanannya menempuh jarak 7 kilo, ia gunakan waktunya untuk membaca Surat Yasin higga khatam berkali-kali di perjalan.

Perjuangan yang sangat luar biasa, pendirian yang sangat kuat, ia memacu semangatnya meski jarak antara Pesantren Keboncandi ke Kiai Nur berjarak cukup jauh. Untuk memenuhi kebutuan hidup di pesantren, Khalil menjadi buruh batik.

Beliau mempunyai ketawadhuan yang luar biasa, contoh ketika ia memasuki komplek pesantren, maka Khalil melepas terompahnya karena menghormati penghuni kubur yang ada di sebelah masjid. Sebagai santri, ia pun turut membantu keperluan di ndalem kiainya. Seperti mencuci baju, mengisi air di bak mandi.

Sosok Khalil dari tanah tapal kuda ini merupakan santri yang supel dalam bergaul. Khalil menjalani kehidupan di pesantren dengan sangat prihatin. Ia juga menjadi buruh kuli memanjat pohon kelapa yang dibayar 3 sen setiap 80 pohon kelapa yang ia panjat.

Hasil jerih payah menjadi buruh panjat kelapa ia berikan kepada kiainya. Setelah dirasa cukup belajar dipesantren, oleh kiainya dianjurkan untuk meneruskan menuntut ilmu ke Mekkah.

Uang yang diberikan Khalil untuk kiainya dikembalikan semuanya lagi kepada Khalil yang tersimpan dalam peti. Gurunya menyarankan bahwa uang tersebut digunakan untuk bekal ia mencari ilmu di Mekkah.

Guru-Guru Kiai Kholil Bangkalan di Mekkah

Di Mekkah, Khalil menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk mencari ilmu. Ia belajar bersama Kiai Abdul Karim, Kiai Tolhah dan kepada Syaikh Khatib Sambas yang kala itu bertempat di Jabal Qubais. Di samping itu, Kiai Khalil juga belajar kepada Syaikh Ali Rabhini (ulama tuna Netra).

KH. Khalil senantiasa tidur di depan pintu masjid dengan harapan bila gurunya lewat dia akan terinjak dengan tujuan ia bisa menuntun gurunya ke tempat pengimaman. Setelah sekian lama mengaji kepada Syaik Ali Rabhini, gurunya tahu bahwa KH. Khalil keilmuan yang didapat cukup luas, dan ia pun menyuruh KH. Khalil pulang ke jawa untuk menyebarkan ilmu yang sudah ia dapat.

Perjuangan KH. Kholil Bangkalan di Tanah Jawa dan Karyanya

Setelah pulang dari Mekkah, KH. khlalil pun mendirikan pesantren. Namun, setelah putrinya yang bernama Siti Khatimah dinikahkan dengan Kiai Muntaha, maka pesantrenya ia serahkan kepada menantunya tersebut. KH. Khalil kemudian mendirikan pesantren lagi di Kademangan, tepatnya 200 meter arah alun-alun Kabupaten Bangkalan.

Sebagai pemangku pesantren, Ia juga menulis sejumlah karya. Di antara karya tulisnnya adalah Kitab Silah fi Bayin Nikah (tentang tata cara, adab, dan hukum pernikahan), Kitab Tarjamah Alfiyah ibn Malik, Kitab Asma’ul Husna (berbentuk nadham berbahasa Jawa-Madura), Ijazah Barzakhiyah (berupa himpunan do’a dan wirid), Shalawat Kiai Khalil Bangkalan (dihimpun oleh KH Khalil Muhammad dalam I’anatur Raqibin), Wirid-wirid Kiai Khalil Bangkalan (dihimpun oleh KH Bisri Rembang dalam kumpulan Do’a al Haqibah).

KH. Kalil meninggal dunia pada usia 89 tahun, pada hari kamis kliwon, malam jumat legi, bertepatan pada 29 Ramdhan 1343 H.

Tinggalkan komentar